Lagi
heboh menyoal gaji PNS DKI yang gila-gilaan gedenya. Simpelnya, kagak
ngapa-ngapain aja sudah dapat 9 juta, yang penting disiplin terpenuhi.
Selamat kepada PNS DKI yang benar memilih langkah menjadi PNS karena
kebetulan Gubernurnya rada peduli, bedakan sama karyawan hotel yang
rejekinya malah disunat. Sebenarnya yang harus digaji tinggi itu bukan
saja PNS DKI, tapi seluruh orang yang bekerja di Jakarta yang dalam
tulisan ini ane sebut sebagai Pekerja Jakarta aja ya gan. Kenapa begitu?
Karena ane adalah penulis buku OOM ALFA.
Eh, nggak nyambung ya? Hmmm, setelah dilihat dan direnungkan dengan
mantap, ternyata para pekerja Jakarta itu punya setidaknya 8 kelebihan
yang bahkan tidak dimilki oleh pekerja-pekerja lain di berbagai kota
metropolitan di dunia dan di Mars. Apa sajakah 8 kelebihan itu? Mari
kita bahas dengan kepala dingin. *kasih es batu*. Tulisan ini sepenuhnya
diembat dari ARIESADHAR.COM.
1. Pekerja Jakarta Rajin Bangun Pagi
Jakarta adalah sebuah kota yang penghuninya meningkat drastis di hari kerja. Peningkatan itu berasal dari kota-kota semacam Tangerang dan Bogor, serta sebuah tempat semacam Bekasi. Jam kerja di Jakarta adalah jam 8 pagi. Nah, bagaimana caranya para penghuni kota-kota yang jauh itu bisa tiba di Jakarta tepat waktu? Tentu saja, dengan bangun pagi!
Para Pekerja Jakarta yang berubah di luar kota Jakarta umumnya bangun jam 3 atau 4, selambat-lambatnya 5. Kemudian mereka akan bersiap dengan mantap, dan mulai berangkat pada pukul 4 atau 5, selambatnya 6. Jadi, ketika matahari saja belum bangun, para Pekerja Jakarta sudah rapi dengan pakaian kerja masing-masing, bersiap melakoni hari-hari yang melelahkan dan mengharukan. Well, bagaimanapun bangun pagi adalah sebuah kelebihan, kan? Masalahnya memang, telat berangkat 5 menit, macetnya bisa menyebabkan perjalanan bertambah 30 menit, atau bahkan lebih.
2. Memiliki Kaki yang Kuat
Sesudah berangkat pagi-pagi, maka Pekerja Jakarta akan berjuang di perjalanan. Macam-macam cara berjuangnya, mulai dari naik sepeda motor, naik mobil, hingga naik bus kota dan Commuter Line. Kegiatan bertajuk berangkat kerja ini adalah sarana yang kemudian memungkinkan para Pekerja Jakarta memiliki kaki yang kuat dan tangguh.
Bayangkan, kalau sekadar berdiri dari Bogor sampai Jalan Sudirman, itu bukanlah hal yang asing. Sudah berdiri di CL, masih harus berlari–kadang-kadang naik tangga–untuk pindah kereta menuju tujuan yang tepat, semacam terjadi di Jatinegara, Manggarai, atau Tanah Abang. Sudahpun begitu, dari stasiun juga menggunakan kaki untuk bisa sampai ke kantor.
Hal yang sama terjadi juga dengan penumpang bus-bus dari Bekasi, baik Kota maupun Kabupaten. Berdiri di bus bukanlah hal langka dan jelas sangat menguatkan otot-otot kaki. Bahkan untuk pengguna mobil pribadi juga tidak kalah. Dalam rangka menghadapi macet melanda, kaki kiri yang ada di kopling cukup sering berada dalam kondisi streching, maupun sikap-sikap lainnya. Banyak employer menekankan kekuatan fisik, lalu kaki yang kuat sudah jelas jadi nilai plus, kan?
3. Punya Lengan yang Kuat
Mirip dengan nomor 2. Di CL, di TransJ, nggak peduli kakek, nenek, bapak, ibu, remaja, pemuda masa kini, jomlo menahun, orang yang nggak pernah punya pacar, atau apapun semuanya akrab dengan proses menggantung tangan. Hal itu jelas merupakan latihan kekuatan lengan para Pekerja Jakarta. Dilakukan setiap hari, pula. Kurang sehat apa?
4. Lentur dan Fleksibel
Cobalah naik CL dari Sudirman, tujuan Bogor, hari kerja, sore hari. Maka agan akan melihat dengan mata kepala sendiri betapa lenturnya para Pekerja Jakarta untuk menyelipkan dirinya sendiri di dalam kerumunan orang yang terlihat sudah penuh (banget) itu. Demikian pula yang terjadi di TransJakarta, mobil yang sudah penuh itu tetap dimasuki. Bagaimana caranya biar pas, nanti dipikir, yang penting masuk dulu. Bahkan ketika petugas TransJakartanya bilang, “sudah ya, belakang lagi”. Superhero saja nggak semuanya bisa mepet-mepet kayak gitu, sementara Pekerja Jakarta sudah mahir semua.
Adakah skill semacam ini ada di kota-kota lain di Indonesia, atau di dunia?
5. Berdaya Tahan Tinggi
Tim Bogor, Depok, dan Tangerang juga banyak yang naik sepeda motor. Tim Bekasi juga banyak yang naik sepeda motor, untuk berangkat kerja. Hitung saja via Google, berapa kilometer yang harus ditempuh. Kawan ane pernah bilang bahwa dia sehari menempuh 70 kilometer. Setiap kali berangkat 35 km, pulang juga. Dan hal itu dilakoni minimal lima kali dalam sepekan, dua puluh kali dalam sebulan, dan ratusan kali dalam setahun. Dan mereka kuat-kuat saja. Harusnya pelaku ekspedisi naik motor menembus Siberia diambil dari tim sepeda motor ini, sudah jelas daya tahannya, kok.
Oh, selain naik sepeda motor, salah satu bukti bahwa Pekerja Jakarta punya daya tahan tinggi adalah mau makan apapun dimanapun terbilang baik-baik saja, jarang diare. Nggak peduli di mal, warteg belakang mal, kafe, ketoprak depan kafe, hingga di kuburan (sila ke TPU Tanah Kusir, pisang gorengnya enak). Semua tempat menyediakan makanan, dan ya dimakan tanpa pernah adanya KLB diare di area perkantoran. Coba, kota metropolis mana yang punya kalangan pekerja dengan tingkat daya tahan tubuh setinggi Jakarta?
6. Penuh Perhitungan
Kalau pulang tenggo, maka dari kantor ke stasiun bisa naik bajaj, satu bajaj berempat. Tapi kalau pulangnya telat sepuluh menit, ke stasiun sudah macet, jadi naik angkot saja ke sana, terus sambung sini, nanti sampai rumahnya lebih cepat.
Hal ihwal semacam tulisan diatas adalah jamak dibahas oleh Pekerja Jakarta. Kaum menengah spesial ini telah memiliki perhitungan-perhitungan tertentu. Makanya ketika diumumkan CL gangguan, maka masing-masing sudah menyiapkan perhitungannya sendiri dan pada akhirnya sampai di rumah dengan selamat. Pekerja yang penuh perhitungan adalah hal yang dibutuhkan oleh dunia kerja.
7. Sabar
Coba, kalau macetnya begini, akan terurai kapan? Sama peruraian plastik kantong belanjaan cepetan mana?
Macet adalah kewajiban yang harus dinikmati oleh para Pekerja Jakarta. Jalan besar, jalan kecil, jalan busway, jalan kenangan, kadang sampai trotoarpun macet, namun ya tetap dilewati dan tetap dijalani. Sudah jelas bahwa para Pekerja Jakarta punya tingkat kesabaran mumpuni terhadap cobaan hidup di depan mata yang terjadi setiap hari itu.
8. Mudah Beradaptasi Pada Keadaan
Kalau tadi fleksibel adalah soal bentuk tubuh, yang ini lebih kepada konteks alias keadaan sekitar. Pekerja Jakarta selalu punya cara dan siasat sebagai bukti adaptasi sudah dilakukan. Saat macet, ada sebagian Pekerja Jakarta yang segera naik ke trotoar dan menemukan jalanan yang tidak macet. Ketika pulang kerja dan menemukan bahwa jalanan di depan kantor sudah menjelma menjadi sungai Tigris, para Pekerja Jakarta tetap melajukan sepeda motor atau mobil untuk pulang. Atau yang terbaru, ketika Ahok melarang sepeda motor melewati jalur tertentu di Jakarta, tidak ada pekerja yang protes sampai ngeri. Nyatanya, para pelakon sehari-hari itu kemudian mendapatkan solusi sendiri, entah dengan naik bus dari Ahok, atau mencari jalan terbaik. Bagaimanapun perihal adaptasi ini memang menjadi sangat penting.
Belum lagi beradaptasi dengan Asisten Rumah Tangga yang mengasuh anak para Pekerja Jakarta, yang kadang-kadang setahun bisa ganti tiga kali. Serta adaptasi dengan kebijakan-kebijakan kantor yang berubah seiring perubahan peraturan pemerintah. Kurang kece apa Pekerja Jakarta kalau gitu?
Yup, entah kenapa pada akhirnya ane beneran jadi Pekerja Jakarta, sesudah mencicipi kerja di Palembang dan Cikarang. Apalagi pekerjaan sekarang ini semacam pekerjaan tidak mengenal langkah mundur. Banyak juga teman yang kemudian akhirnya mlipir, kembali ke kota masing-masing, dan merasakan bahwa hidup menjadi lebih mudah setelah pernah merasakan kerasnya Jakarta. Satu hal yang pasti, mari kita menjadi Pekerja Jakarta yang berkualitas, yang suka buang sampah pada tempatnya, yang menempatkan mantan hanya sebagai kenangan, bukan harapan. Ah!
1. Pekerja Jakarta Rajin Bangun Pagi
Jakarta adalah sebuah kota yang penghuninya meningkat drastis di hari kerja. Peningkatan itu berasal dari kota-kota semacam Tangerang dan Bogor, serta sebuah tempat semacam Bekasi. Jam kerja di Jakarta adalah jam 8 pagi. Nah, bagaimana caranya para penghuni kota-kota yang jauh itu bisa tiba di Jakarta tepat waktu? Tentu saja, dengan bangun pagi!
Para Pekerja Jakarta yang berubah di luar kota Jakarta umumnya bangun jam 3 atau 4, selambat-lambatnya 5. Kemudian mereka akan bersiap dengan mantap, dan mulai berangkat pada pukul 4 atau 5, selambatnya 6. Jadi, ketika matahari saja belum bangun, para Pekerja Jakarta sudah rapi dengan pakaian kerja masing-masing, bersiap melakoni hari-hari yang melelahkan dan mengharukan. Well, bagaimanapun bangun pagi adalah sebuah kelebihan, kan? Masalahnya memang, telat berangkat 5 menit, macetnya bisa menyebabkan perjalanan bertambah 30 menit, atau bahkan lebih.
2. Memiliki Kaki yang Kuat
Sesudah berangkat pagi-pagi, maka Pekerja Jakarta akan berjuang di perjalanan. Macam-macam cara berjuangnya, mulai dari naik sepeda motor, naik mobil, hingga naik bus kota dan Commuter Line. Kegiatan bertajuk berangkat kerja ini adalah sarana yang kemudian memungkinkan para Pekerja Jakarta memiliki kaki yang kuat dan tangguh.
Bayangkan, kalau sekadar berdiri dari Bogor sampai Jalan Sudirman, itu bukanlah hal yang asing. Sudah berdiri di CL, masih harus berlari–kadang-kadang naik tangga–untuk pindah kereta menuju tujuan yang tepat, semacam terjadi di Jatinegara, Manggarai, atau Tanah Abang. Sudahpun begitu, dari stasiun juga menggunakan kaki untuk bisa sampai ke kantor.
Hal yang sama terjadi juga dengan penumpang bus-bus dari Bekasi, baik Kota maupun Kabupaten. Berdiri di bus bukanlah hal langka dan jelas sangat menguatkan otot-otot kaki. Bahkan untuk pengguna mobil pribadi juga tidak kalah. Dalam rangka menghadapi macet melanda, kaki kiri yang ada di kopling cukup sering berada dalam kondisi streching, maupun sikap-sikap lainnya. Banyak employer menekankan kekuatan fisik, lalu kaki yang kuat sudah jelas jadi nilai plus, kan?
3. Punya Lengan yang Kuat
Mirip dengan nomor 2. Di CL, di TransJ, nggak peduli kakek, nenek, bapak, ibu, remaja, pemuda masa kini, jomlo menahun, orang yang nggak pernah punya pacar, atau apapun semuanya akrab dengan proses menggantung tangan. Hal itu jelas merupakan latihan kekuatan lengan para Pekerja Jakarta. Dilakukan setiap hari, pula. Kurang sehat apa?
4. Lentur dan Fleksibel
Cobalah naik CL dari Sudirman, tujuan Bogor, hari kerja, sore hari. Maka agan akan melihat dengan mata kepala sendiri betapa lenturnya para Pekerja Jakarta untuk menyelipkan dirinya sendiri di dalam kerumunan orang yang terlihat sudah penuh (banget) itu. Demikian pula yang terjadi di TransJakarta, mobil yang sudah penuh itu tetap dimasuki. Bagaimana caranya biar pas, nanti dipikir, yang penting masuk dulu. Bahkan ketika petugas TransJakartanya bilang, “sudah ya, belakang lagi”. Superhero saja nggak semuanya bisa mepet-mepet kayak gitu, sementara Pekerja Jakarta sudah mahir semua.
Adakah skill semacam ini ada di kota-kota lain di Indonesia, atau di dunia?
5. Berdaya Tahan Tinggi
Tim Bogor, Depok, dan Tangerang juga banyak yang naik sepeda motor. Tim Bekasi juga banyak yang naik sepeda motor, untuk berangkat kerja. Hitung saja via Google, berapa kilometer yang harus ditempuh. Kawan ane pernah bilang bahwa dia sehari menempuh 70 kilometer. Setiap kali berangkat 35 km, pulang juga. Dan hal itu dilakoni minimal lima kali dalam sepekan, dua puluh kali dalam sebulan, dan ratusan kali dalam setahun. Dan mereka kuat-kuat saja. Harusnya pelaku ekspedisi naik motor menembus Siberia diambil dari tim sepeda motor ini, sudah jelas daya tahannya, kok.
Oh, selain naik sepeda motor, salah satu bukti bahwa Pekerja Jakarta punya daya tahan tinggi adalah mau makan apapun dimanapun terbilang baik-baik saja, jarang diare. Nggak peduli di mal, warteg belakang mal, kafe, ketoprak depan kafe, hingga di kuburan (sila ke TPU Tanah Kusir, pisang gorengnya enak). Semua tempat menyediakan makanan, dan ya dimakan tanpa pernah adanya KLB diare di area perkantoran. Coba, kota metropolis mana yang punya kalangan pekerja dengan tingkat daya tahan tubuh setinggi Jakarta?
6. Penuh Perhitungan
Kalau pulang tenggo, maka dari kantor ke stasiun bisa naik bajaj, satu bajaj berempat. Tapi kalau pulangnya telat sepuluh menit, ke stasiun sudah macet, jadi naik angkot saja ke sana, terus sambung sini, nanti sampai rumahnya lebih cepat.
Hal ihwal semacam tulisan diatas adalah jamak dibahas oleh Pekerja Jakarta. Kaum menengah spesial ini telah memiliki perhitungan-perhitungan tertentu. Makanya ketika diumumkan CL gangguan, maka masing-masing sudah menyiapkan perhitungannya sendiri dan pada akhirnya sampai di rumah dengan selamat. Pekerja yang penuh perhitungan adalah hal yang dibutuhkan oleh dunia kerja.
7. Sabar
Coba, kalau macetnya begini, akan terurai kapan? Sama peruraian plastik kantong belanjaan cepetan mana?
Macet adalah kewajiban yang harus dinikmati oleh para Pekerja Jakarta. Jalan besar, jalan kecil, jalan busway, jalan kenangan, kadang sampai trotoarpun macet, namun ya tetap dilewati dan tetap dijalani. Sudah jelas bahwa para Pekerja Jakarta punya tingkat kesabaran mumpuni terhadap cobaan hidup di depan mata yang terjadi setiap hari itu.
8. Mudah Beradaptasi Pada Keadaan
Kalau tadi fleksibel adalah soal bentuk tubuh, yang ini lebih kepada konteks alias keadaan sekitar. Pekerja Jakarta selalu punya cara dan siasat sebagai bukti adaptasi sudah dilakukan. Saat macet, ada sebagian Pekerja Jakarta yang segera naik ke trotoar dan menemukan jalanan yang tidak macet. Ketika pulang kerja dan menemukan bahwa jalanan di depan kantor sudah menjelma menjadi sungai Tigris, para Pekerja Jakarta tetap melajukan sepeda motor atau mobil untuk pulang. Atau yang terbaru, ketika Ahok melarang sepeda motor melewati jalur tertentu di Jakarta, tidak ada pekerja yang protes sampai ngeri. Nyatanya, para pelakon sehari-hari itu kemudian mendapatkan solusi sendiri, entah dengan naik bus dari Ahok, atau mencari jalan terbaik. Bagaimanapun perihal adaptasi ini memang menjadi sangat penting.
Belum lagi beradaptasi dengan Asisten Rumah Tangga yang mengasuh anak para Pekerja Jakarta, yang kadang-kadang setahun bisa ganti tiga kali. Serta adaptasi dengan kebijakan-kebijakan kantor yang berubah seiring perubahan peraturan pemerintah. Kurang kece apa Pekerja Jakarta kalau gitu?
Yup, entah kenapa pada akhirnya ane beneran jadi Pekerja Jakarta, sesudah mencicipi kerja di Palembang dan Cikarang. Apalagi pekerjaan sekarang ini semacam pekerjaan tidak mengenal langkah mundur. Banyak juga teman yang kemudian akhirnya mlipir, kembali ke kota masing-masing, dan merasakan bahwa hidup menjadi lebih mudah setelah pernah merasakan kerasnya Jakarta. Satu hal yang pasti, mari kita menjadi Pekerja Jakarta yang berkualitas, yang suka buang sampah pada tempatnya, yang menempatkan mantan hanya sebagai kenangan, bukan harapan. Ah!
No comments:
Post a Comment